Ingatlah, Al-Imam As-Syafi'i berkata dalam kitabnya, Al-Umm :
" Ilmu bagaikan hewan buruan, mencatat ilmu sama dengan mengikatnya "

Abu Hanifah Muh.Faisal Al-Bantani Al-Atsary

Kamis, 04 September 2014

Melangitkan Harapan

بسم الله الر حمن الر حيم

Lihat lah serpihan harapan itu. Lihatlah dengan jelas, ia sedang menuju langit. Meskipun tak berbentuk sempurna. tapi serpihan2 itu menuju langit yg sama.

Mungkinkah mereka ditakdirkan utk bercerai berai, agar kian luas mereka meninggi. Menyemai harapan di setiap sisi langit.

Lihat lah serpihan harapan itu. kok bentuk nya lain dari serpihan lainnya. Lebih besar. Harapan milik siapa itu ? Ah beruntung lah ia, harapan terbesarnya tengah meninggi.

Baru saja ku siap2 hendak melayangkan harapan, tiba2 tawaran indah menghampiri. ssttt ada yg menawarkan jasa untuk menerbangkannya. Mana mungkin ku tolak :D

Tanpa babibu, lekas saja ia berkemas untuk menerbangkan harapan2ku. Ah siapa lelaki ini, baik betul. Tanpa pamrih, tanpa niat jahat. tanpa keluh kesah. Namun tanpa basa-basi pula. Buat kaget saja. :D

Lalu mulailah ia terbangkan harapan2ku itu sambil duduk di pasir putih yang begitu bersih. aku pun turut duduk. Lalu ia bertanya, “harapanmu yang satu itu terlihat sedikit besar dari yang lain, apa isinya ?”

ahh..mendengar p’tanyaan itu aku tersipu malu sambil menjawab “hmm hanya sebuah harapan suci, tak lebih”. dia seolah paham sambil mengeluarkan kata “ohhh”..

"aku pun baru saja menerbangkan harapan terbesarku", jelasnya. 

"apa yg kulihat tadi itu harapan milik mu ?" tanyaku. dia m’jawab "iya..karena yang menerbangkan harapan di tempat ini hanya kita" lanjutnya.

"apa? hanya kita? " tanyaku seolah tak percaya.
“iya” jawabnya. 

"bagaimana bisa orang banyak tak tahu tempat ini ?" tanyaku
"tempat ini hanya diperuntukkan bagi orang yang yakin dan tak putus asa dengan harapan2nya, makanya sedikit sekali mereka yang berkunjung kesini, sebab banyak orang yang putus asa akan harapannya" jelasnya.

"oh bgtuuu" jawabku sekena nya. Sambil ku sapu pandanganku ke daerah sekitar. Memang benar, tempat ini sepi. Aku baru sadar. 

"hmm memangnya, harapan terbesar mu apa? kok besar sekali ?" tanyaku penasaran.
 ”harapan itu sekedar harapan kekuatan” jelasnya. 
"kekuatan ? hanya itu ?" tanyaku. 
"ya, hanya itu" jawabnya. 
merasa tak puas ku lanjutkan pertanyaan ku ” kekuatan untuk ?”

"…untuk memikul tanggungjawab besar, makanya harapan itu besar pula bentuknya bukan ? sebab tanggung jawab itu syurga dan nerakaku. Harapan itu lah yang aku utamakan untuk memboyong istri, anak, dan keluargaku kelak menuju syurgaNya." jelasnya dengan mantap.

Aku mengangguk takjub. “harapan yg indah, beruntung sekali mereka yg akan kau ajak kesana” jawabku sedikit iba.

 ” lho, kok cemberut begitu ?” tanya nya. 

"karena harapan besar punya ku itu, kelak ada yg memegang erat tanganku menuju kesana, tak meninggalkanku barang sedikit pun" paparku.

 ”aku tahu” jawab nya. 
"kok bisa ?" tanyaku keheranan. 

dia bangkit dari duduknya sambil menjawab, “sebab itu lah ku bantu untuk melangitkan harapanmu, karena ku perintahkan harapan terbesarku untuk menanti harapanmu itu diatas sana kemudian terbang bersama menuju langit tertinggi”.

kemudian ia melangkah pergi, meninggalkan aku yang tengah kaku mendengar kata-katanya barusan.
Mendengar jawabannya sontak kepalaku pusing. sedikit berkunang2. Mataku sempat menangkap sebuah ukiran di langit sana yang tertulis “DOA”. kemudian pandanganku gelap.

Tersadar, ku bangun dari baringku. Ya Allah, ternyata mimpi. beralaskan sejadah pula. hmm.. indah betul mimpi itu.

Hey!! siapa lelaki tadi. Haduh…(*tepok jidat)

Kenapa tak kuberanikan diri tadi sedikit saja menoleh untuk mengintip wajah nya atau sekedar menanyakan namanya. ahh… menyesal memang sifatnya susulan.

Tapiii…jawabannya tadi membuatku jatuh cinta. 
Bahagianya menantimu. Kuharap waktu tak berjalan lamban :D

Selasa, 19 Agustus 2014

Demi Sebuah Senyuman :-)

بسم الله الر حمن الر حيم

Demi sebuah senyuman, hanya butuh pengorbanan untuk melenyapkan segala kesedihan

Demi sebuah senyuman, hanya butuh memenangkan obat di atas segala luka

Demi sebuah senyuman, hanya butuh sabar menyambut kedatangan pelangi indah setelah rinai kedukaan

Demi sebuah senyuman, hanya butuh bertahan di penghujung pekatnya malam untuk tetap terjaga menunggu garis fajar menyapa

Demi sebuah senyuman, hanya butuh selimut pengharapan di tengah kedinginan asa dan berharap esok pagi akan ada angin yang lebih hangat yang membangunkan setiap mimpi menjadi nyata 

Membina Jiwa Paripurna

بسم الله الر حمن الر حيم

Membina jiwa yang paripurna ternyata butuh tekad yang bijaksana

->bijaksana untuk tegas menatap
-> bijaksana dalam langkah yang mantap
-> bijaksana dalam sikap yang cakap

Membina jiwa yang paripurna ternyata butuh tekad yang juga sempurna

-> sempurna dalam berharap
-> sempurna dalam mengatur siasat
-> sempurna untuk menjadi kuat

Membina jiwa yang paripurna ternyata pantang untuk merana

-> merana karena putus asa
-> merasa karena merasa sia-sia
-> merana karena merasa habis masa

Membina jiwa yang paripurna ternyata tidak cukup karena terlena

-> terlena karena kenyang akan sanjungan
-> terlena karena diraja-i angan-angan
-> terlena karena memegang kekuasaan

Membina jiwa yang paripurna itu ternyata sederhana

-> sederhana atas keinginan
-> sederhana atas kepemilikan
-> sederhana dalam berkepribadian

Selama belum bisa bijaksana, belum punya tekad yang sempurna, selama masih terlena, dan selama belum bisa sederhana…

maka„, 
'berparipurnalah' dalam belajar dengan paripurna yang 'sesempurna-sempurna' nya

Kamis, 07 Agustus 2014

Hati2lah ! Kau pun akan LEMAH karena 'nya' :-)

بسم الله الر حمن الر حيم

Dulu aku terlahir sempurna tak kurang satu apapun. Organ2 tubuh pun lengkap. Sehat berfungsi sebagaimana mestinya.

Lalu ibuku merawatku sedemikian rupa dgn kasih sayangnya. Makanan2 bergizi tinggi dan bervitamin lengkap beliau penuhi agar aku sehat selalu. Dan benar. Tubuhku sehat, kekar, gemuk, menggemaskan.
Namun dlm keadaan bgitu, tetap saja aku hanyalah bocah kecil yang jika terlempar sebuah  benda atau tersakiti aku pasti menangis. Begitu lemahnya diriku kala itu dibalik kemontokkan badanku saat itu yang begitu menggemaskan.

Kini.....
Ku tumbuh dari anak-anak menuju remaja, kemudian dewasa. Pertumbuhan ku pun cukup bagus karena jasa ibuku yang dengan telaten nya merawatku. Namun aku pun masih belum begitu kuat untuk menerima paparan dari luar. Pengaruh2 teman serta pergaulan yang di zamanku kala itu sudah terbilang cukup memprihatinkan etikanya. Ada yang berani membentak orgtuanya lah, berperangai buruk thdp teman2,  pun dengan orang yang tak dikenal selalu usil.

Kalau lah orangtuaku membiarkanku terjebam dalam lingkungan seperti itu, mungkin tidak ada beda nya aku dengan mereka.
Sudah dijaga betul2 pun acapkali perangaiku tak ubah nya seperti mereka pula. Tapi levelnya mungkin masih dibawah mereka. Hanya saja jika prilaku ku sudah kelewat batas menurut ukuran orgtuaku, seketika aku pun bisa langsung terdiam membisu jika ibuku sudah mulai serius dalam marahnya.

Aahh.. Betapa warna warni nya masa2 itu menjelang dewasa ini.

Dan sekarang.. Tebak lah.. Bagaimana wujudku dewasa ini.
Hmmm. Kurasa biasa saja :-)
Yg penting masih dlm tahap normal dan keadaan yang selalu mengharuskan aku terus bersyukur :-D

Setelah melewati beberapa fase itu, sudahkah aku kuat ???

Mgkin dlm beberapa hal aku cukup kuat. Namun bgtu banyak kelemahanku.

Salah satunyaaaaa....

Semakin dewasa, paparan yg datang semakin menggebu dan tak beraturan. Aku mulai mengenal rasa 'ini' dan 'itu'. Ya rasa 'itu'.. Ahh..Kau pun pasti pernah merasakannya..atau sedang merasakannya. Itu lah rasa nya. Rasa yang tak terlihat karena tempatnya begitu dalam..Dalam,,, sedalam kau menyelami palung lautan. Yang terkadang rasa itu tak tersentuh sama sekali karena saking dalam nya.

Kenapa ? Karena rasa itu bersemayam di 'hati'..
Yaaa.. Hati lagi.. Hati lagi..

Hmmmm :-)

Dalamnya lautan boleh lah dapat dikira, tapi ajaibnya, dalamnya hati siapa yg tau.

Seolah ia tersembunyi tak berjejak. Jarum dalam jerami pun punya kemungkinan untuk ditemukan. Tapi mencari rasa yg ada di dalam hati. Tak terkira sulit nya. Butuh waktu panjang. Untuk memahami, untuk menelisik...sebenarnya rasa apa itu.
Bukan manis, asam , asin, pedas, kecut.
Bukan. Tapi rasa yg berbeda.
Yg kadang tak terdeteksi, sehingga tak bernama.

Ya rasa... Rasa .. Rasa ..

ahh... Kau akan lemah karena nya.. :-)

Selasa, 05 Agustus 2014

Jejak di Penjuru Hati

بسم الله الر حمن الرحيم

Wahai Dzat yanga Maha Lembut ...

Tiadalah ku ingkari bahwa menghadirkanMu dalam setiap relung hati adalah suatu keniscayaan, tatkala Kau berjanji bahwa ketenangan yang hakiki akan datang manakala hamba-hambaMu menyertai namaMu dalam setiap ingatanNya.

Tiadalah kegusaran ada padaku mengingat akanMu. Justru semakin mengingatMu, semakin besar pula wujud kehambaanku dihadapanMu.

Sungguh nyatalah, bahwa Kau betul-betul berbeda dengan makhlukMu.
Nyatalah bahwa mengingat - ingat akan hambaMu justru membuat hati gusar kepayahan. Tak ku temukan  sedikitpun rasa senang dan tenang sebagaimana yang ku temukan ketika yang kuingat adalah diriMu.


Duhai Engkau yang Maha Lembut ...

 Bagaimanakah kiranya jika aku kehilanganMu. Tentu hilang pula fitrahku yang Kau ciptakan sebagai makhluk berhati lembut. Hilanglah caraku menerima segala kuasaMu atasku dengan kelembutan pula.
Tentu hancur binasa aku sebelum bertemu denganMu. Tentu bersepahlah harga diriku sebagai hambaMu. 

Duhai Engkau yang Maha Lembut ...

Begitu terasa lembut belaiMu mengobati luka hati yang tersayat oleh dosa dan maksiat. Begitu lembut Kau usap gores pilu yang menciderai setiap sisi hati. 
Akankah lagi ku sia-siakan Engkau dalam hatiku yang terlanjur 'rombeng' tak berbentuk. 
Duhai Engkau yang Maha Pencinta... Begitu tak layak tempat itu untukMu.

Tapi...
Bukankah Engkau yang Maha Lembut akan memberiku bentuk hati yang baru ???  :-)

Yaa... itu pasti.
Sebab ketenangan itulah yang membuktikan bahwa hati yang baru akan mulai menyemai kasih sayangMu di segala penjuru. 
Yaa.. Penjuru Hati. 
Hati yang Kau kehendaki.  :-)

Sabtu, 21 Juni 2014

Rabu, 30 April 2014

Antara 3 bagi Manusia

بسم الله الر حمن الرحيم

ِِAntara jodoh, rezeki, dan maut, kita tak akan pernah tau mana diantara ketiga nya yang lebih dulu menghampiri. Karena yang pasti ketiga-tiganya mesti dipersiapkan, dan 2 yang mesti diusahakan.

Antara ketiganya terdapat kesiambungan. Dari datangnya jodoh pasti membutuhkan rezeki.

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang ingin melakukan yang terbaik dikehidupan dunianya dan mendulang pahala di akhiratnya. Maka dengan jodoh pula lah yang mampu menyempurnakan sebagian imannya. Insya Allah pula, akan sempurnalah imannya ketika maut menghampiri, karena sebaik-baik bekal adalah iman. Tentu iman yang sempurna lagi baik yang bisa menghantarkan kita ke jannahNya.

Entri Populer

Total Tayangan Halaman