بسم الله الر حمن الر حيم
Sudah lebih dari
3 minggu, sejak pasca moment yang sangat mengusik emosi jiwa itu berlangsung, entah kenapa hati ini
tak kunjung lepas dari merananya. Walau wajah tersenyum, tingkah lincah dan
energik, tawa yang jenaka, tapi masih
ada saja yang belum bisa menyempurnakan semangat itu.. yaa,,, hati ini diliputi
rasa resah. Bahkan sebelum moment itu terjadi pun hati ini sudah dilanda
keresahan yang demikian hebatnya. Entah kenapa. Jujur, saya baru merasakan hal
ini. Suatu moment yang dimana disitulah seseorang merasa kehilangan sesuatu
yang dulu begitu penting bagi dirinya. Tapi dari sanalah ia mengaku bahwa
seiring berlalu nya moment itu, hati
sudah jauh lebih plong, lebih lega.
Namun disana saya sangat menyadari bahkan
merasakan ada segurat bahkan setumpuk penyesalan dan ketidak ikhlasan dibalik
perkataannya yang mencoba untuk tegar
dan meyakinkan saya saat itu bahwa ia kuat.
Yaaaaaa,,, saya sangat merasakan hal itu. Ntah lah… perasaan itu begitu
kuat menguasai diri saya, hingga setiap merasakan kegetiran itu menetes lah air
mata yang tak kuat lagi untuk dibendung dan akhirnya terisak. Sangat sakit,
sangat pedih. Tapi apa yang bisa saya perbuat. Saya hanya bisa mengamini takdir
yang sudah terjadi. Menyesali pun tak ada gunanya lagi.
Ia sempat
bertanya, “kenapa sih kamu yang sedih, kamu yang nangis. Kan saya yang
menjalani ini semua?”
Hftttt…
pertanyaan itu hanya dijawab dengan kebisuan.
Di situlah saya
berfikir seraya bertanya pada diri sendiri, “sebenarnya untuk apa air mata ini,
untuk apa rasa sakit ini ?” Tapi ya itu
lah yang saya rasakan . Persoalan hati memang tidak selalu menuntut adanya jawaban. Di lain waktu, mungkin hanya hati
lah yang bisa menjawabnya tanpa harus berbentuk sebuah kalimat yang dapat menjelaskan
itu semua.
Pada kesempatan
lain, ia mengaku bahwa dirinya telah bangkit. Mencoba untuk membangun semangat
baru. Dengan keceriaannya, saya melihat usahanya untuk bangkit lagi. Mengisi
hari-hari kedepan dengan rencana-rencana yang sempat tertunda. Ia mulai berjalan sedikit demi sedikit, meski
masih terlihat lunglai karena dukanya pun belum pulih betul. Saya dukung dengan
support . Ikhlas benar2 ikhlas. Saya tidak ingin melihat ia pilu lagi, berduka
lagi, mendengarnya menangis lagi.
Namun terkadang
di waktu yang lain, rasa sakit hati pun saya alami. Ntah faktor apa, saya pun
tidak mengerti. Akhirnya saya pun menangis juga. Kembali saya bertanya, untuk
apa saya menangisinya. Namun tetap tidak menemukan jawaban. Ntah lah, moment 3
minggu yang lalu itu selalu muncul dalam memory. Seakan saya hadir di saat itu,
saya mengalami semua kejadian pada saat itu, seolah-olah saya terlibat dalam
moment itu. Mungkin saat ini, hanya Allah yang mengerti apa yang saya alami.
Pengakuannya
tempo hari, menjelang moment itu, ia sempat menceritakan sesuatu yang penting ,
yang dulu pernah ia lakukan terhadap saya tanpa saya ketahui . Mendengarnya
saya kecewa, miris, sakit hati, ingin marah, kesal. Namun, saya hanya bisa
tersenyum miris, dan bertanya untuk meyakinkan bahwa itu telah terjadi. Marah
pun untuk apa. Menggerutu pun buat apa. Ahhh… ia pun menyesalinya . Mengakui
bahwa itu salah. Tapi disitulah hati saya terluka. Di situ lah ia menggoreskan
perih yang begitu dalamnya.
Namun, saya
mencoba untuk memaafkannya, dan menerimanya. Dan ia meminta agar saya tetap
kuat, dan menjadi penguat baginya. Maklum itu pun akhirnya membuka pintu maaf
baginya. Jika boleh berpendapat , semua orang pasti lah punya masa lalu, yang
seolah-olah tak termaafkan. Namun pintu maaf tak pernah memberi batas untuk
seseorang yang berusaha memperbaiki kesalahannya terdahulu.
( bersambung ke
http://zaracecantia.blogspot.com/2013/05/bukan-kenangan-yang-sekedarnya-bag2.html)
sumber gambar : www.berbagaihal.com